Sore itu setelah jarum jam menutupi angka satu kami mulai bersiap berangkat. Bermodal jaket FUBU dan topi. Aku mencangklongkan tasku ke pundak. Aku siap walau diluar cuaca dingin menyeringai.
Kubuka pintu, Buzzz....!!! Angin berhembus kencang membawa rasa dingin dan serpihan debu sahara. Tampak dijalanan mobil-mobil kotor penuh debu. Aku bersyukur bahwa aku adalah orang Indonesia yang tatkala mobilnya kotor maka akan segera dibersihkan. Dingin begitu mengiris otot dan daging yang tersisa dibalik kulitku. Hembusan angin turut menambah kesan bahwa sekarang adalah puncak musim dingin. Dimana orang-orang baru akan keluar dari peraduan saat mentari menanjak ke puncak cakrawala. Dan dimana para bujangan di rumahku selalu berlindung dibalik selimut tatkala darah mimisan mulai mengalir perlahan dihidung mereka.
Setiba di Mahattah Coca-cola, tak lama kemudian tiba lah bus 65 kuning. Tak menunggu waktu lama, kami langsung naik dan bus pun kembali meraung mengeluarkan asap kelamnya. Kini tak ada keceriaan lagi dijalanan, yang ada hanya orang-orang yang tampak tergesa untuk segera berlindung dari dinginnya cuaca.
Seliweran bus dan mobil-mobil temani aku dalam lamunanku di bus itu. Aku teringat saat aku masih dirumah dulu. Dimana aku selalu dilayani bak Putra Raja. Sangat kontras memang, aku disini bahkan dituntut untuk masak. Soalnya kata teman-teman, masakan ku lah yang paling enak dan paling bercita rasa. Ya iya lah... Kan Aku Jejaka Pencinta Rasa alias Pencinta Kuliner...
Hampir saja outlet Caltex terlewatkan. Kalau tidak, aku bakalan sampe ke Hayy Ashir. Wah, bisa repot... Turun dari bus yang menarik biaya 50 piaster itu aku langsung dihadapkan pada musykilah baru. Yaitu menyeberang jalan. Sudah dimaklumi, karena kurang tertibnya lalu lintas Cairo mengakibatkan para pengendara mobil seenaknya memacu kereta besi mereka. Akhirnya, sang penyeberang jalan serasa berhadapan dengan maut tatkala menyeberang jalan.
Piiiiiiiiuuuuuuuuuuhhhh...!!! Hampir saja topi yang kupakai terbang. Wah, dingiiiin...
Sebelum tiba di rumah Ahya, aku mampir di Makhbaz buat beli roti Peno. Yah, cukuplah dengan 200 piaster dapat 12 potong roti. Paling tidak, bisa mengganjal perut dan digunakan sebagai upeti buat tuan rumah.
Eh, sesampainya disana. Ahya yang dicari ga ada. Malahan kumpul di KMKM di Saqr Qurays. Wah..
Sudahlah, toh aku udah tau rumahnya dan jalan menuju kesana. Lain kali aku akan ajak sobat kulinerku berkunjung kesana. Naik bus jurusan Hayy Ashir bisa, ke Hayy Sabi bisa, ke Hayy Tsamin bisa. Jalan kaki pun bisa.
Dan ingat, cuaca dingin begini takkan menaklukanku.
Rabea el-Adawea, sehabis masak daging sambel.
Kenyang deh malem ini...
No comments:
Post a Comment