Pages

24 Dec 2010

Ada-ada saja...


Saya terheran-heran akhir-akhir ini. Teman-teman di Kairo sedang gandrung-gandrungnya belajar nyetir mobil. Tak ragu nampaknya mereka menghabiskan waktu berlama-lama di belakang setir, menghabiskan duit juga untuk durasi sewa mobil. Maklum, mahasiswa pemilik mobil di Kairo ini bisa dihitung dengan jari. Jadi kalau ingin menggunakan alat transportasi satu ini, kami harus menyewa dengan tarif yang disesuaikan.

Tatkala ditanyai seorang teman, apakah saya bisa menyetir? Sejujurnya saja saya jawab bahwa saya tidak bisa menyetir. Bukan berniat untuk berapologi, tapi memang saya tidak tertarik belajar menyetir. Padahal di rumah, abah saya punya satu buah mobil kijang tahun 2000an. Tapi tetap, saya tidak tertarik belajar menyetir. (walau akhirnya saya harus bisa juga menyetir)

Saya lebih suka duduk di belakang, menikmati perjalanan ketimbang harus konsentrasi pada jalan. Malahan saya berniat untuk tidak bisa menyetir sama sekali, saya nanti cukup menggaji sopir pribadi yang akan mengantarkan saya kemari sedang saya bisa mempersiapkan hal lain sebelum menuju pekerjaan. Seperti, melengkapi tidur yang kurang pada malam harinya karena lembur, mempersiapkan materi presentasi, atau bisa juga menulis blog seperti saat ini. :D

Parahnya lagi, saya pernah berniat untuk tidak punya HP. Saat orang lain sedang asik-asiknya upgrade model HP yang seperti tidak pernah berhenti mengeluarkan produk baru, saya tinggal menggunakan jasa ajudan atau sekretaris pribadi untuk menerima setiap panggilan yang ditujukan untuk saya. Syukur-syukur lagi kalau saya tidak perlu repot-repot mengisi pulsanya. :p

Belum lagi saya pernah terpikir untuk membuat alat sensor kata pada alat-alat yang berhubungan langsung dengan saya. Seperti komputer atau laptop, saya tak perlu repot-repot mengetik, tinggal bicara, otomatis sensor tersebut akan menyalinnya dalam sebuat tulisan. Atau dengan pintu rumah, cukup dengan mengucapkan kalimat tertentu, pintu itu otomatis terbuka. Dan lain-lainnya. (hebat bukan???)

Ada yang bilang saya bermental pejabat. Tidak juga. Karena saya lebih suka bekerja di lapangan ketimbang berlama-lama di kantor. Tapi, kecenderungan saya. Saya lebih suka mengajar. Entah mengapa, mengajar bagi saya membawa semacam sensasi yang berbeda. Apalagi ketika bisa berdiri di hadapan ribuan mahasiswa hebat, mengajarkan mereka bagaimana merubah 1 + 1 bukan menjadi dua. :D (teorinya masih dalam proses dipikirkan).

Itulah saya, bukan tak mau ribet. Tapi kalau ada sesuatu yang bisa dipermudah, kenapa harus dipersusah. Semuanya sudah ada jalannya ;)


23 Dec 2010

Ayahku suka Lagu Jadul = Ayahku Jadul???


Kalau boleh bercerita sedikit, dulu waktu saya masih imut sekali. Saya sering sakit-sakitan. Entah kenapa, setiap umur saya bertambah satu, setiap itu pula saya harus rela berbaring lemah. Kadang kalau tidak beruntung, saya harus rela menghabiskan waktu minimal lima hari opname di rumah sakit. Bertemankan infus dan nasi bubur khas rumah sakit yang pahit.

Waktu itu selepas saya naik ke kelas empat SD bertepatan dengan rencana renovasi rumah, saya sedang aktif-aktifnya di sekolah. Anda tentu tahu sendiri bagaimana anak-anak di sekolahnya, tentunya jajan tidak teratur. Begitupula saya. Ada satu minuman favorit saya sewaktu di sekolah dulu, minuman bersoda buatan pabrik rumahan. Dan minuman itu pula lah yang membuat saya akhirnya sakit. Pikiran orangtua saya terbagi, antara rumah yang direnovasi dan anak yang harus direnovasi juga kesehatannya alias sakit.

Penyakit saya terbilang cukup aneh, sampai sekarang saya sendiri masih tidak tahu apa nama penyakit saya dulu. Syukurnya, penyakit itu adalah penyakit terakhir yang mengharuskan saya opname di rumah sakit. Karena setelahnya, saya hanya "berkunjung" ke rumah sakit untuk periksa kesehatan.

Ciri-cirinya leher saya bengkak, tak bisa digerakkan. Dan kalau saya duduk, kepala saya terasa pusing sekali. Makan pun tak selera. Sampai-sampai selang harus masuk lewat hidung saya untuk mengantarkan makanan pada lambung.

Nah, sampai di sini anda pasti bertanya-tanya apa hubungannya tulisan ini dengan judul di atas?

Begini, sewaktu saya sedang drop-dropnya di rumah sakit. Abah dan mama saya kadang bergantian menemani saya. Biasanya abah dapat giliran pagi, dan mama dapat giliran malam. Pada suatu hari, abah saya datang membawakan sebuah organ mini murahan. Sebagai oleh-oleh hiburan di kala saya sakit. Hati saya girang. Walau badan lemah, tapi semangat saya kembali berkobar melihat organ mini tersebut. Abah tahu, kalau saya suka musik. Begitupula beliau.

Beliau dulu pernah bercerita, sewaktu beliau masih di kampung dan mondok di pesantren. Beliau sering kabur untuk menonton orkes melayu keliling. Orkes yang digawangi seorang juragan berkumis tipis, berbaju rapi dengan rambut yang licin selicin lantai dilumuri oli. Beberapa orang musikus dengan alat masing-masing. Ada akordion, organ, gitar, bass dan ketipung. Juga tiga orang biduan biduanita. Seorang biduan berpakaian safari, bersepatu pantopel coklat mengkilap, rambut bak Elvis Presley dengan jambul menggelambung di ujung kepala juga kumis tak kalah rapi dari juragan. Dua biduanita berpakaian melayu panjang dan sopan, serta dandanan seadanya. Jauh dari kata norak.

Entah bagaimana detailnya, abah saya yang katanya bagus mengaji tiba-tiba terpilih sebagai penyanyi lagu orkes keliling. Mungkin tim pencarian bakat waktu itu tidak secanggih sekarang, mereka melakukan scouting secara manual. Akhirnya abah dikontrak. :D

Di orkes melayu tersebut abah diplot menyanyikan lagu-lagu melayu zaman dahulu. Berbagai macam lagu beliau nyanyikan, terlebih beliau sangat mengidolakan Puteh Ramlee sebagai seorang biduan melayu yang terkenal zaman itu.

"Suaranya, nak... Macam gumpalan sutra terhembus angin. Tebal mengalun, tapi merdu", abah bercerita.

Banyak lagu P. Ramlee yang ayah nyanyikan, mulai dari Anakku Sazali, Azizah, Bulan Mengambang, sampai Engkau Laksana Bulan. Beliau hafal betul tiap-tiap not-nya. Walaupun beliau akhirnya secara dramatis harus memilih kembali sekolah di pesantren ketimbang meneruskan "karir" di dunia tarik suara.

Walhasil, saya begitu terhibur di rumah sakit. Punya motivasi untuk sembuh dan pulang ke rumah sambil memeluk organ mini yang jadi kesayangan saya. Saya baru sadar, ternyata walau penampilan abah yang perlente dan modis, beliau juga menyukai lagu-lagu lama. Bersahaja sekali beliau tatkala mengajarkan saya beberapa lagu yang sekarang masih saya hafal nadanya.

Sekarang, abah tak lagi muda. Umur beliau sudah 73 tahun. Rentan sakit-sakitan, dengan beberapa penyakit yang beliau idap di masa tua-nya. Penyakit hidup enak kata orang.

Tiap kali saya rindu abah saya, selalu saja saya putarkan beberapa lagu tersebut. Niatnya mengobati kerinduan pada abah. Semoga abah tetap diberikan kesehatan dan rezeki yang banyak. Tunggu anakmu pulang, bah. Bawa istri. :D Hehehe...


Kalau ada yang mau mendengarkan lagu P. Ramlee, silakan buffer di sini.

22 Dec 2010

Oh, Jangan.

Judul di atas cukup ambigu, bukan? Maka dari itu, lanjutkan membaca ;)

Saya tak bisa membayangkan kalau seandainya posisi saya sebagai Andrej Pejic. Walaupun bergelimang harta dan banyak penggemar, saya lebih memilih sebagai diri saya sendiri. Bukan berarti saya "muna" tapi karena saya tidak siap saja menghadapi sedemikian banyak penggemar wanita maupun pria. :D
Andrej Pejic adalah salah seorang model asal Serbia berusia 19 tahun. Sekarang dia berdomisili di Australia. Model dengan rambut lurus berwarna pirang sepundak, rahang yang lembut, bibir yang ranum, hidung mancung kecil dan "cantik". Hingga memunculkan istilah baru, femiman atau feminime man. Dari casingnya yang menawan tersebut, tak menyangka bahwa dia adalah seorang pria tulen.

Model yang kini dikontrak oleh Marc by Marc Jobs dan rumah mode Jean Paul Gaultier ini sejujurnya bukanlah seorang waria. Dia tidak pula berkeinginan mengganti gendernya menjadi wanita, tapi jelas, dia sangat menikmati keadaannya sekarang.

Bila saja saya disodorkan untuk menggantikan perannya di dunia ini, saya akan menolak dengan halus (emang ada yang mau nawarin?). Tentunya dengan berbagai pertimbangan.

Pertama, saya harus mempersiapkan diri saya secara materi untuk bisa mengikuti terus perkembangan mode. Termasuk mengikuti cara berbusana yang asing, terlebih-lebih mengikuti gaya berbusana wanita.

Selain itu, mempersiapkan diri untuk selalu terlihat lebih "cantik" dengan menjalani perawatan kosmetik yang berbelit-belit dan menyiksa. Mulai dari perawatan rambut, wajah, kulit, kuku hingga mengkonsumsi vitamin anti jerawat secara rutin (secara saya hidup jauh dari keteraturan ;p).

Kedua, saya juga harus mempersiapkan mental saya menghadapi para wanita. Baik itu rekan sesama model maupun penggemar saya yang histeris tatkala saya melambaikan tangan kepada mereka (tak lupa dengan sedikit dramatisir slowmotion). Harus siap cipika-cipiki tatkala bertemu, juga dengan gurauan renyah (baca: garing) sarat dengan motif saling memuji dan mengidamkan kecantikan satu sama lain.
Atau mempersiapkan mental menghadapi para pria hidung belang yang mengira saya wanita. Dan saya tidak bisa berkomentar banyak tentang hal ini. (-_-")

Maka dari itu, kesimpulannya adalah saya tidak siap menjalani kehidupan sebagai seorang femiman. Pesan saya buat saudara saya Andrej Pejic, sabar-sabarlah menjalani hidup ini. Hal ini pasti tidak berjalan lama, setelah kamu sedikit keriput, sudahilah karirmu. Hiduplah dengan apa yang sudah kamu tabung sekarang, jalani hidupmu dengan bahagia. (bijak bukan?)

*sebagai tambahan: menurut Urban Dictionary, istilah Femiman mempunyai arti: Noun: A man that has a full feminine figure, atau Femimen : Feminine-men. They're like regular man, just a little feminine.

Mengungkap Hal yang Tabu


Apa hal tabu yang akan saya ungkap? Tertarik kan? Kalo tertarik, lanjutkan baca. Kalo tidak, ya tekan F5 saja.
Mengapa post kali ini saya namai Mengungkap Hal yang Tabu? Bukan karena isi postingan ini menguak hal-hal seronok. Tapi karena di sini saya menuliskan sedikit pandangan saya tentang "alay", "lebay", "geje dweeeeh" dan sebagainya. (hufh! berat hati menulis ini).

Heran saya, mengapa tiap hari makin ada saja istilah-istilah baru dalam dunia perbahasaan ini. Mulai dari istilah "alay" yang sekarang sedang naik daun, diiringi oleh istilah "lebay", "prikitiw", "gajebo" dan lain sebagainya yang tidak bisa saya tulis satu-satu.

Pertumbuhan pesat istilah ini berkembang juga dengan style yang dibawakan oleh anak-anak bangsa ini. Mulai dari tren rambut, pakaian hingga gaya berbicara dalam tulisan maupun lisan.

Jujur, saya terkaget-kaget ketika pulang ke tanah air dan menemukan fenomena-fenomena ini. Dulu, terakhir saya menginjakkan kaki di Indonesia (tahun 2007 akhir) yang dulu masih kental sekali dengan tren-tren jaket dan celana kargo, model rambut mohawk dan gaya bicara yang loe-gue layaknya dalam film Realita, Cinta dan Rock'n Roll yang diperankan oleh Vino G. Bastian.

Sekarang, sudah banyak pabrik instan yang menghasilkan anak-anak muda yang "gaul". Bagi para perempuan, mampir ke salon kini bukan hanya sebulan sekali. Malah ada yang seminggu main ke salon sampai tiga kali (wedew, mungkin kerja di sana kali...). Potongan rambut poni berebonding, ke pasar pake pakaian tidur ( saya melihat dengan mata kepala ada perempuan ke pasar cuma pake hot pants jeans sama tanktop), dan hape di tangan yang tak lepas dari pandangan mata (siapa tau ada yang komen status guee..katanya).

Bagi para lelaki, potongan rambut emo, mohawk, rebonding layaknya bintang-bintang korea yang sekarang lagi jadi tren. Petantang-petenteng membawa hape BB (belibekas) sambil sesekali membenarkan celana pensil yang sepantat (hoalah...).

Saya kadang heran, mungkin inikah perkembangan teknologi yang merupakan buah dari perkembangan zaman? Atau cuma produk gagal dari perkembangan tersebut. Tapi untunglah, tidak semuanya suka dengan hal itu. Tidak pula dengan saya.

Prihatin, tapi apa daya. Hal ini seperti sudah mendarah daging. Pemuda-pemudi lebih suka terkena virus hidup konsumtif cenderung hedonis daripada hidup bergelut dengan buku dan aktifitas pengembangan potensi diri (FBan, Chatting-an, blogging, ngaskus !)

Kini, setelah menyadari kalau hal itu sudah semakin larut. Tak ada cara lain selain memikirkan solusi yang tepat dan pas pada sasaran. Tidak berkesan menggurui (karena remaja dan anak muda paling tidak suka digurui), tidak memaksa (ogah dipaksa) dan tidak mengekang kehendak mereka. Salah satu solusi yang saya tawarkan adalah: Gapapa hidup seperti itu. Tapi harus diimbangi dengan pengembangan dan penggalian kualitas diri. (betul tidak?) Agar kita bisa mengisi celah-celah regenerasi yang nantinya akan ditinggalkan para sepuh-sepuh yang sudah tua.


Daripada Bengong


Kendala terbesar saya saat ini adalah kembali memulai menulis setelah "rutin" meninggalkan aktifitas ini. Berselang satu tahun setelah vakum total dari dunia maya, kali ini saya ingin kembali berbagi. Tapi, benar kata para senior dulu waktu saya masih aktif mengikuti kegiatan tulis menulis. Mereka berujar bahwa semakin lama tidak mengasah tulisan, semakin sulit untuk memulai kembali. Dan itulah yang kini terjadi dalam diri saya.

Alasannya banyak. Dari bingung harus memulai dari mana, memilah-milah tulisan apa yang akan disajikan, judul apa yang menarik, sampai betul-betul kehilangan kepekaan membaca situasi yang katanya adalah senjata para penulis.

Kini, keingingan menulis itu muncul lagi. Dan anehnya, selalu saja di saat-saat ujian yang membutuhkan waktu lebih intensif. Tapi kali ini, anggap saja sebagai pengisi kekosongan daripada saya bengong.

Dulu, saya terbiasa menulis fiksi total. Kenapa saya menggunakan kata total? Karena memang yang saya tulis tidak ada sama sekali dalam kehidupan nyata ini. Semua murni khayalan. Dan itu membutuhkan kepekaan perasaan untuk bisa meresapi, memendam hingga menuliskannya (ceilee..) kembali.

Walhasil, setelah "curhat" kepada temen-temen yang masih eksis menulis. Saya mengumpulkan sedikit demi sedikit apa yang dulu pernah tercecer. Tapi terus terang! Kali ini beda. Berbeda saja. Dan itu saya saja yang merasa.



Perbedaan yang paling mencolok adalah ketika saya membuka kembali laman kepenulisan yang dulu saya pernah eksis di sana. Saya senang sekali, menemukan akun saya yang "ternyata" masih ada di sana menyimpan arsip-arsip tulisan saya dengan rapi. Juga ada beberapa komentar menarik sewaktu saya masih berguru dulu. Berkas itu akan selalu saya simpan.

Sekarang, insya Allah sampai nanti. Saya akan mencoba kembali meramu dan membumbui hidangan. Doakan saja. Dan jangan lupa, terus tegur. Terus kontrol. Karena itu yang saya butuhkan untuk bisa bangkit kembali.

20 Jun 2010

Jurnal Ujian Musim Panas.





Baru kali ini aku merasakan beratnya kepala untuk bangun di saat-saat ujian. Entah karena kelelahan atau karena memang stress oleh ujian yang lumayan menguras pikiran, waktu dan tenaga. Boleh dibilang ini adalah ujian keenamku untuk tiga tahun domisiliku di Negeri Kinanah ini.

Al-Azhar dengan segala kebesarannya sudah menanamkan rasa cinta ilmu dan haus akan pengetahuan kepada para mahasiswanya. Terutama bagi diriku yang semakin hari merasa semakin bodoh. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti aku pulang ke tanah air tanpa membawa bekal yang cukup untuk bisa hidup dengan masyarakat.

Pagi hari ini aku bangun tepat setelah muadzin melafalkan "hayya 'alal falah". Masih dengan mata yang berat, aku paksakan diri menuju kamar mandi untuk mengambil wudlu. Disertai langkah yang berat dan mata yang berkantung aku wudlu. Setelah wudlu mampir sebentar ke dapur, kerongkongan terasa kering karena semalaman penuh aku tak sadar keringat keluar deras. Maklum, musim panas. Solusinya adalah menyiapkan air tepat di samping tempat tidur.

Cukup 3 gelas aku minum, lalu shalat shubuh. Insya Allah, khusyu' :D

Iya, hari ini adalah ujian ke delapanku dalam dua belas mata pelajaran yang diujikan selama satu bulan lebih. Jangan heran, kami di Al-Azhar biasa ujian dalam durasi selama sebulan hanya berselang dua tiga hari bagi yang beruntung. Bagiku, mendapatkan "ujian Daud" yang diselang satu hari merupakan latihan otak penuh.

Di saat para bintang sepak bola dikuras tenaga mereka di Afrika Selatan. Kami di Afrika Utara ini dikuras otaknya. Berbagai macam keunikan bisa dilihat di sini. Ada yang asik komat-kamit sendiri. Ada juga yang melamun, tapi begitu disentil sedikit latahnya yang keluar malah pelajaran. Hehehe...
Pada hari ujian ini, aku diuji mata pelajaran Tauhid. Kata kakak-kakak kelas yang berada satu tingkat di atasku, pelajaran Tauhid adalah pelajaran pokok jurusan yang lumayan sulit. Mengapa sulit? Karena diktat yang dijadikan sumber adalah buku Syarhul Mawaqif karya as-Sheikh as-Sharif al-Jurjani. Adapun buku Mawaqif itu sendiri adalah karangan Ulama Ahlu Sunnah yang terkenal, 'Adhdudiin al-Iyjiy.

Bagi teman-teman pembaca yang belum tahu apa saja yang dibahas dalam ilmu Tauhid, ilmu Tauhid adalah salah satu cabang ilmu dasar penting yang diajarkan di Fakultas Ushuluddin terlebih di jurusan Aqidah Filsafat. Isi pembahasannya pun seperti mengutip beberapa ungkapan di buku adalah Pelajaran yang Paling Mulia karena pembahasannya bersangkutan langsung kepada yang Maha Mulia. Jadi, dalam ilmu tauhid kita diajarkan asas-asas ketuhanan yang benar.

Nah, berhubung kali ini yang dibahas adalah Mawaqif. Buku ini adalah buku Ahlu Sunnah Wal Jama'ah yang berwarna ilmu Kalam Filosofis. Buku ini sendiri ditulis setelah Imam Al-Ghazali mengkritik para filosof Islam saat itu. Jadi, buku ini hadir sebagai penengah. Tidak terlalu mengacu kepada filsafat, tapi bisa menjelaskan haqiqat ketuhanan dalam bahasa mantiq/logika yang dipakai di ilmu Filsafat.

Salah satu isinya adalah dalam bab Itsbatu as-Saani' atau Tetapnya Wujud Sang Pencipta. Di dalam buku ini dihadirkan berbagai dalil baik itu dari ulama ilmu Kalam, Hukama atau Filsuf, Ulama Kontemporer sampai menurut penulis buku tersebut sendiri yaitu al-Iyjiy.

Dalam syarahnya, al-Jurjani menguraikan dalil menurut ulama Ilmu Kalam atau Mutakallimin berdasarkan premis mayor, minor dan konklusi. Mereka berdalil tentang Esensi dan Tampilan luar dari Esensi tersebut. Contohnya, setiap Esensi dan tampilannya semuanya bisa diperbaharui. (Pmayor) Semua yang bisa diperbaharui berarti dia butuh Dzat yang memperbaharuinya karena dia tidak bisa memperbaharui dirinya sendiri (Pminor) Maka, semua esensi dan tampilannya membutuhkan Dzat yang bisa memperbaharuinya atau menciptakannya (konklusi).

Perlu diketahui, esensi dan tampilannya disini termasuk manusia, hewan dan semua yang diciptakan dan tak mungkin ada dengan sendirinya.

Demikian sedikit bocoran pelajaran Tauhid di Azhar. Kumohon doa dari teman-teman pembaca agar apa yang saya usahakan bisa maksimal dan mendapatkan hasil yang memuaskan, bermanfaat nantinya. Amien.



17 Jun 2010

ma Kairo 2


Eksploitasi tanpa batas. Aku menamai postinganku kali ini. Ya, kesan pertama bagi awam kita ketika mendengarkan kata Mesir adalah gurun, panas dan onta. Tak sepenuhnya salah memang, tidak pula bisa dibenarkan semuanya. Kairo memang bergurun, panas udaranya kalau sedang musim panas, dan terdapat onta gurun (walau saya cuma melihat sekali, itupun di kebun binatangnya Kairo). Seolah keindahan ini tertutupi oleh 3 macam tashawwur itu.

Tapi, jangan salah. Kairo selalu bisa saja menyimpan kecantikannya walaupun kita habis-habisan mengubernya sampai ke pelosok perumahan di Dowaiqa (City of the Death) atau kawasan elit di New Cairo Heliopolis. Takkan habis cantikmu, Kairoku...

Berikut beberapa bukti yang tertangkap oleh kamera saya. Semoga bisa dinikmati. Amien. :)




Pemandangan dari Azhar Park


Depan Masyikha Azhar (deket City of the Death)

Nilometer

Azhar street

City of the Death

toko jam di Moiz lidinillah st.

Nilo bridge


Azhar Park


Bunga dari taman bunga deket Istana Abidin



Amr bin Ash mosque

St. George Statue


10 Jun 2010

Deep Under Syai


Dari gambar sisa-sisa teh di atas. Begitu pekat isi teh tersebut. Tak bisa kita mengira berapa bulir teh yang masuk dalam gelas tersebut yang tak berimbang dengan jumlah air. Sehingga apa yang tampak didepan kita hanya kepekatan. Mungkin yang terbayang dibenak kita adalah rasa pahit atau asam teh basi, hasil dari apa yang pernah kita rasakan apabila kita menemukan kasus yang sama pada teh-teh lain.

Kalau kita mencoba meminumnya langsung dari bibir gelas itu. Sudah pasti yang terjadi adalah pergerakan air yang mengikuti kemana permukaan yang lebih rendah. Begitu pula dengan isi teh tersebut. Selain air yang masuk, mungkin ampas teh tersebut juga akan ikut masuk ke dalam mulut kita.

Di sini dibutuhkan sebatang sedotan yang jernih dan bersih. Untuk membantu kita menghabiskan air teh tanpa harus mengisap juga ampas teh tersebut. Dalam mengisapnya juga, kita perlu menggunakan cara khusus agar ampas tersebut tidak ikut terhisap dan kita bebas dari ancaman tersedak.

Itulah gambaran sisa teh pekat yang ada dihadapan kita. Kalau bisa dianalogikan (secara jauh sekali :P) hal ini sama dengan media yang kita konsumsi sekarang.

Tanpa harus menghakimi bahwa media yang ada sekarang dengan gambaran konotatif. Tapi di sini saya hanya akan mencoba melihat media informasi khususnya infotainment Indonesia lewat lubang sebuah sedotan kecil putih ini.

Infotainmet Indonesia pada akhir-akhir ini bisa diibaratkan seperti gambar segelas teh di atas. Airnya sedikit, seperti informasi yang bisa benar-benar kita manfaatkan. Atau yang bisa benar-benar sehat untuk kita konsumsi walau ada rasa asam dan pahit yang mengikutinya.
Dan ampas teh tersebut menggambarkan betapa sulitnya kita memilah dimana informasi yang benar-benar baik dan pantas untuk kita dapatkan, dan mana informasi yang tidak seharusnya kita dapatkan.

Dari ini, kita membutuhkan sebatang sedotan untuk membantu kita memilih informasi secara hati-hati dan aman agar kita tidak terjebak dalam pekatnya dan kerasnya dunia infotainment.

Banyak sekali sekarang kita lihat tayangan-tayangan hangat yang tidak segan-segan mengupas kehidupan pribadi dan beberapa hal yang sangat privat. Yang dibahas tidak kurang dari masalah rumah tangga, hubungan antar objek infotainment dengan lainnya, serta gosip-gosip seputar kehidupan objek tersebut.

Belum lagi kita kenyang dicokoki informasi di atas, santer sekali sekarang tayangan-tayangan reality show yang menggambarkan betapa keringnya hal-hal yang dianggap layak untuk di siarkan.

Kini yang bisa saya harapkan hanya semoga saja suatu saat akan muncul sebuah program yang bisa benar-benar sehat untuk kita konsumsi.

*dengan kerendahan hati. mohon dikoreksi.

22 Apr 2010

Kokoh, Tak Tergantikan


Picture Source click here


Watak orang-orang Mesir lebih mewakili mereka sebagai orang gurun ketimbang orang Arab. Dari beberapa buku dan sumber yang kutanyakan, konon orang Mesir asli sekarang lebih banyak berada pada garis selatan seperti di Al-Menia, Asyut, Aswan, Luxor dan perbatasan antara Mesir dan Sudan. Walau mereka yang ada sekarang adalah campuran berbagai macam ras, dari Turki, Perancis, Arab, Inggris tapi tetap saja mereka adalah keturunan Mamluk yang menguasai Mesir dari era Bahri el-Mamluk sampai Burji el-Mamluk.

Kalau mereka bicara, kupingku rasanya sakit. Suara mereka begitu keras dan nyaring. Cara mereka bicara pun terlalu ekspresif menurutku. Gaya tangan dan wajah mereka cenderung tak bisa diam. Berbeda dengan kita orang Indonesia, yang bahasa pun lembut sampai hampir tak terdengar. Harus penuh kesabaran memang kalau mau berurusan dengan orang Mesir. Tapi salah satu yang menarik dari mereka adalah mereka begitu komunikatif. Pernah suatu saat aku bertanya tentang arah menuju Masjid al-Hakim bi Amrilla di kawasan Babul Futuh kepada orang Mesir yang kebetulan berdiri di terminal Darrasah, orang itu lalu menjelaskan panjang lebar lebih dari informasi yang kuharapkan. Tapi, syukurlah aku malah mendapatkan informasi yang lebih dan baru.

Babul Futuh atau dalam terjemahan bebasku adalah gerbang pembuka bagi penaklukan-penaklukan atau penyelamatan berdiri begitu kokoh di hadapanku. Di sampingnya, Babul Nasr juga tampak megah. Kedua gerbang yang dibangun bersamaan pada tahun 1087 oleh Badr al-Jamali al-Juyushi ini seakan menjadi lambang betapa kuatnya pertahanan militer Islam di Mesir dulunya.


Dari orang Mesir yang kutanya tadi, gerbang ini dibangun oleh al-Juyushi untuk menahan serangan dari orang-orang Turki Seljuk Atsiz dan beberapa pasukan musuh yang datang dari Timur kota Kairo lama.

Kalau kuperhatikan, betapa kentara corak-corak zaman Fathimiyah melekat di kedua gerbang ini. Mulai dari tulisan syahadatain yang ditambah untuk Ali bin Abi Thalib sebagai sahabat Rasulullah saw. Tampak pula di sana lengkungan pada bagian depan Babul Futuh yang merupakan ciri khas daulah yang pernah menguasai Mesir dan menyebarkan ajaran Syiah ini. Dari beberapa sumber yang kudapatkan dari paman Google, penggunaan lengkungan ini merupakan anomali dalam Fathimiyah Kairo. Dalam bentuk dan ukiran-ukiran yang ada dalam bangunan ini juga bisa kurasakan nuansa campuran antara Mesir dan Syiria. Sungguh sebuah mahakarya yang luarbiasa.

Bisa dilihat juga pada tingkat atas bangunan ini, nama-nama penjaga gerbang yang ditulis oleh Napoleon Bonaparte yang pernah menguasai daerah ini. Sebagai pengingat bahwa mereka adalah yang ditugasi untuk menjaga pintu ini. Sebagai salah satu buktinya bisa dilihat di Tour Courbin dan Tour Julien.

Betapa, begitu besar perhatian sebuah pemerintah kala itu kepada gerbang pertahanan mereka. Mulai dari fungsinya sebagai gerbang yang melindungi daerah juga sebagai lambang superioritas sebuah karya seni. Sungguh, kokoh dan tak tergantikan.

7 Apr 2010

Akhirnya...


Akhirnya, begitulah kutulis... :D
Setelah sekian lama tak mengudara, entah dapat angin dari mana hari ini aku bisa kembali ke ranah dunia maya.
Memang merindukan, rindu untuk bisa menulis sana-sini. Rindu untuk bisa terhubung kembali dengan teman-teman lawas yang lama tak bertemu di balik monitor.

Dan, pemirsa sekalian. Akan hadir kembali, Ipenk Project untuk kesekian kalinya dengan membawa keragaman tentang hidup, tawa, tangis, cinta dan apapun yang ada di sekitar kita.

Terimakasih buat perhatian teman-teman. :)