Pages

20 Jun 2010

Jurnal Ujian Musim Panas.





Baru kali ini aku merasakan beratnya kepala untuk bangun di saat-saat ujian. Entah karena kelelahan atau karena memang stress oleh ujian yang lumayan menguras pikiran, waktu dan tenaga. Boleh dibilang ini adalah ujian keenamku untuk tiga tahun domisiliku di Negeri Kinanah ini.

Al-Azhar dengan segala kebesarannya sudah menanamkan rasa cinta ilmu dan haus akan pengetahuan kepada para mahasiswanya. Terutama bagi diriku yang semakin hari merasa semakin bodoh. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti aku pulang ke tanah air tanpa membawa bekal yang cukup untuk bisa hidup dengan masyarakat.

Pagi hari ini aku bangun tepat setelah muadzin melafalkan "hayya 'alal falah". Masih dengan mata yang berat, aku paksakan diri menuju kamar mandi untuk mengambil wudlu. Disertai langkah yang berat dan mata yang berkantung aku wudlu. Setelah wudlu mampir sebentar ke dapur, kerongkongan terasa kering karena semalaman penuh aku tak sadar keringat keluar deras. Maklum, musim panas. Solusinya adalah menyiapkan air tepat di samping tempat tidur.

Cukup 3 gelas aku minum, lalu shalat shubuh. Insya Allah, khusyu' :D

Iya, hari ini adalah ujian ke delapanku dalam dua belas mata pelajaran yang diujikan selama satu bulan lebih. Jangan heran, kami di Al-Azhar biasa ujian dalam durasi selama sebulan hanya berselang dua tiga hari bagi yang beruntung. Bagiku, mendapatkan "ujian Daud" yang diselang satu hari merupakan latihan otak penuh.

Di saat para bintang sepak bola dikuras tenaga mereka di Afrika Selatan. Kami di Afrika Utara ini dikuras otaknya. Berbagai macam keunikan bisa dilihat di sini. Ada yang asik komat-kamit sendiri. Ada juga yang melamun, tapi begitu disentil sedikit latahnya yang keluar malah pelajaran. Hehehe...
Pada hari ujian ini, aku diuji mata pelajaran Tauhid. Kata kakak-kakak kelas yang berada satu tingkat di atasku, pelajaran Tauhid adalah pelajaran pokok jurusan yang lumayan sulit. Mengapa sulit? Karena diktat yang dijadikan sumber adalah buku Syarhul Mawaqif karya as-Sheikh as-Sharif al-Jurjani. Adapun buku Mawaqif itu sendiri adalah karangan Ulama Ahlu Sunnah yang terkenal, 'Adhdudiin al-Iyjiy.

Bagi teman-teman pembaca yang belum tahu apa saja yang dibahas dalam ilmu Tauhid, ilmu Tauhid adalah salah satu cabang ilmu dasar penting yang diajarkan di Fakultas Ushuluddin terlebih di jurusan Aqidah Filsafat. Isi pembahasannya pun seperti mengutip beberapa ungkapan di buku adalah Pelajaran yang Paling Mulia karena pembahasannya bersangkutan langsung kepada yang Maha Mulia. Jadi, dalam ilmu tauhid kita diajarkan asas-asas ketuhanan yang benar.

Nah, berhubung kali ini yang dibahas adalah Mawaqif. Buku ini adalah buku Ahlu Sunnah Wal Jama'ah yang berwarna ilmu Kalam Filosofis. Buku ini sendiri ditulis setelah Imam Al-Ghazali mengkritik para filosof Islam saat itu. Jadi, buku ini hadir sebagai penengah. Tidak terlalu mengacu kepada filsafat, tapi bisa menjelaskan haqiqat ketuhanan dalam bahasa mantiq/logika yang dipakai di ilmu Filsafat.

Salah satu isinya adalah dalam bab Itsbatu as-Saani' atau Tetapnya Wujud Sang Pencipta. Di dalam buku ini dihadirkan berbagai dalil baik itu dari ulama ilmu Kalam, Hukama atau Filsuf, Ulama Kontemporer sampai menurut penulis buku tersebut sendiri yaitu al-Iyjiy.

Dalam syarahnya, al-Jurjani menguraikan dalil menurut ulama Ilmu Kalam atau Mutakallimin berdasarkan premis mayor, minor dan konklusi. Mereka berdalil tentang Esensi dan Tampilan luar dari Esensi tersebut. Contohnya, setiap Esensi dan tampilannya semuanya bisa diperbaharui. (Pmayor) Semua yang bisa diperbaharui berarti dia butuh Dzat yang memperbaharuinya karena dia tidak bisa memperbaharui dirinya sendiri (Pminor) Maka, semua esensi dan tampilannya membutuhkan Dzat yang bisa memperbaharuinya atau menciptakannya (konklusi).

Perlu diketahui, esensi dan tampilannya disini termasuk manusia, hewan dan semua yang diciptakan dan tak mungkin ada dengan sendirinya.

Demikian sedikit bocoran pelajaran Tauhid di Azhar. Kumohon doa dari teman-teman pembaca agar apa yang saya usahakan bisa maksimal dan mendapatkan hasil yang memuaskan, bermanfaat nantinya. Amien.



17 Jun 2010

ma Kairo 2


Eksploitasi tanpa batas. Aku menamai postinganku kali ini. Ya, kesan pertama bagi awam kita ketika mendengarkan kata Mesir adalah gurun, panas dan onta. Tak sepenuhnya salah memang, tidak pula bisa dibenarkan semuanya. Kairo memang bergurun, panas udaranya kalau sedang musim panas, dan terdapat onta gurun (walau saya cuma melihat sekali, itupun di kebun binatangnya Kairo). Seolah keindahan ini tertutupi oleh 3 macam tashawwur itu.

Tapi, jangan salah. Kairo selalu bisa saja menyimpan kecantikannya walaupun kita habis-habisan mengubernya sampai ke pelosok perumahan di Dowaiqa (City of the Death) atau kawasan elit di New Cairo Heliopolis. Takkan habis cantikmu, Kairoku...

Berikut beberapa bukti yang tertangkap oleh kamera saya. Semoga bisa dinikmati. Amien. :)




Pemandangan dari Azhar Park


Depan Masyikha Azhar (deket City of the Death)

Nilometer

Azhar street

City of the Death

toko jam di Moiz lidinillah st.

Nilo bridge


Azhar Park


Bunga dari taman bunga deket Istana Abidin



Amr bin Ash mosque

St. George Statue


10 Jun 2010

Deep Under Syai


Dari gambar sisa-sisa teh di atas. Begitu pekat isi teh tersebut. Tak bisa kita mengira berapa bulir teh yang masuk dalam gelas tersebut yang tak berimbang dengan jumlah air. Sehingga apa yang tampak didepan kita hanya kepekatan. Mungkin yang terbayang dibenak kita adalah rasa pahit atau asam teh basi, hasil dari apa yang pernah kita rasakan apabila kita menemukan kasus yang sama pada teh-teh lain.

Kalau kita mencoba meminumnya langsung dari bibir gelas itu. Sudah pasti yang terjadi adalah pergerakan air yang mengikuti kemana permukaan yang lebih rendah. Begitu pula dengan isi teh tersebut. Selain air yang masuk, mungkin ampas teh tersebut juga akan ikut masuk ke dalam mulut kita.

Di sini dibutuhkan sebatang sedotan yang jernih dan bersih. Untuk membantu kita menghabiskan air teh tanpa harus mengisap juga ampas teh tersebut. Dalam mengisapnya juga, kita perlu menggunakan cara khusus agar ampas tersebut tidak ikut terhisap dan kita bebas dari ancaman tersedak.

Itulah gambaran sisa teh pekat yang ada dihadapan kita. Kalau bisa dianalogikan (secara jauh sekali :P) hal ini sama dengan media yang kita konsumsi sekarang.

Tanpa harus menghakimi bahwa media yang ada sekarang dengan gambaran konotatif. Tapi di sini saya hanya akan mencoba melihat media informasi khususnya infotainment Indonesia lewat lubang sebuah sedotan kecil putih ini.

Infotainmet Indonesia pada akhir-akhir ini bisa diibaratkan seperti gambar segelas teh di atas. Airnya sedikit, seperti informasi yang bisa benar-benar kita manfaatkan. Atau yang bisa benar-benar sehat untuk kita konsumsi walau ada rasa asam dan pahit yang mengikutinya.
Dan ampas teh tersebut menggambarkan betapa sulitnya kita memilah dimana informasi yang benar-benar baik dan pantas untuk kita dapatkan, dan mana informasi yang tidak seharusnya kita dapatkan.

Dari ini, kita membutuhkan sebatang sedotan untuk membantu kita memilih informasi secara hati-hati dan aman agar kita tidak terjebak dalam pekatnya dan kerasnya dunia infotainment.

Banyak sekali sekarang kita lihat tayangan-tayangan hangat yang tidak segan-segan mengupas kehidupan pribadi dan beberapa hal yang sangat privat. Yang dibahas tidak kurang dari masalah rumah tangga, hubungan antar objek infotainment dengan lainnya, serta gosip-gosip seputar kehidupan objek tersebut.

Belum lagi kita kenyang dicokoki informasi di atas, santer sekali sekarang tayangan-tayangan reality show yang menggambarkan betapa keringnya hal-hal yang dianggap layak untuk di siarkan.

Kini yang bisa saya harapkan hanya semoga saja suatu saat akan muncul sebuah program yang bisa benar-benar sehat untuk kita konsumsi.

*dengan kerendahan hati. mohon dikoreksi.