Pages

24 Dec 2010

Ada-ada saja...


Saya terheran-heran akhir-akhir ini. Teman-teman di Kairo sedang gandrung-gandrungnya belajar nyetir mobil. Tak ragu nampaknya mereka menghabiskan waktu berlama-lama di belakang setir, menghabiskan duit juga untuk durasi sewa mobil. Maklum, mahasiswa pemilik mobil di Kairo ini bisa dihitung dengan jari. Jadi kalau ingin menggunakan alat transportasi satu ini, kami harus menyewa dengan tarif yang disesuaikan.

Tatkala ditanyai seorang teman, apakah saya bisa menyetir? Sejujurnya saja saya jawab bahwa saya tidak bisa menyetir. Bukan berniat untuk berapologi, tapi memang saya tidak tertarik belajar menyetir. Padahal di rumah, abah saya punya satu buah mobil kijang tahun 2000an. Tapi tetap, saya tidak tertarik belajar menyetir. (walau akhirnya saya harus bisa juga menyetir)

Saya lebih suka duduk di belakang, menikmati perjalanan ketimbang harus konsentrasi pada jalan. Malahan saya berniat untuk tidak bisa menyetir sama sekali, saya nanti cukup menggaji sopir pribadi yang akan mengantarkan saya kemari sedang saya bisa mempersiapkan hal lain sebelum menuju pekerjaan. Seperti, melengkapi tidur yang kurang pada malam harinya karena lembur, mempersiapkan materi presentasi, atau bisa juga menulis blog seperti saat ini. :D

Parahnya lagi, saya pernah berniat untuk tidak punya HP. Saat orang lain sedang asik-asiknya upgrade model HP yang seperti tidak pernah berhenti mengeluarkan produk baru, saya tinggal menggunakan jasa ajudan atau sekretaris pribadi untuk menerima setiap panggilan yang ditujukan untuk saya. Syukur-syukur lagi kalau saya tidak perlu repot-repot mengisi pulsanya. :p

Belum lagi saya pernah terpikir untuk membuat alat sensor kata pada alat-alat yang berhubungan langsung dengan saya. Seperti komputer atau laptop, saya tak perlu repot-repot mengetik, tinggal bicara, otomatis sensor tersebut akan menyalinnya dalam sebuat tulisan. Atau dengan pintu rumah, cukup dengan mengucapkan kalimat tertentu, pintu itu otomatis terbuka. Dan lain-lainnya. (hebat bukan???)

Ada yang bilang saya bermental pejabat. Tidak juga. Karena saya lebih suka bekerja di lapangan ketimbang berlama-lama di kantor. Tapi, kecenderungan saya. Saya lebih suka mengajar. Entah mengapa, mengajar bagi saya membawa semacam sensasi yang berbeda. Apalagi ketika bisa berdiri di hadapan ribuan mahasiswa hebat, mengajarkan mereka bagaimana merubah 1 + 1 bukan menjadi dua. :D (teorinya masih dalam proses dipikirkan).

Itulah saya, bukan tak mau ribet. Tapi kalau ada sesuatu yang bisa dipermudah, kenapa harus dipersusah. Semuanya sudah ada jalannya ;)


23 Dec 2010

Ayahku suka Lagu Jadul = Ayahku Jadul???


Kalau boleh bercerita sedikit, dulu waktu saya masih imut sekali. Saya sering sakit-sakitan. Entah kenapa, setiap umur saya bertambah satu, setiap itu pula saya harus rela berbaring lemah. Kadang kalau tidak beruntung, saya harus rela menghabiskan waktu minimal lima hari opname di rumah sakit. Bertemankan infus dan nasi bubur khas rumah sakit yang pahit.

Waktu itu selepas saya naik ke kelas empat SD bertepatan dengan rencana renovasi rumah, saya sedang aktif-aktifnya di sekolah. Anda tentu tahu sendiri bagaimana anak-anak di sekolahnya, tentunya jajan tidak teratur. Begitupula saya. Ada satu minuman favorit saya sewaktu di sekolah dulu, minuman bersoda buatan pabrik rumahan. Dan minuman itu pula lah yang membuat saya akhirnya sakit. Pikiran orangtua saya terbagi, antara rumah yang direnovasi dan anak yang harus direnovasi juga kesehatannya alias sakit.

Penyakit saya terbilang cukup aneh, sampai sekarang saya sendiri masih tidak tahu apa nama penyakit saya dulu. Syukurnya, penyakit itu adalah penyakit terakhir yang mengharuskan saya opname di rumah sakit. Karena setelahnya, saya hanya "berkunjung" ke rumah sakit untuk periksa kesehatan.

Ciri-cirinya leher saya bengkak, tak bisa digerakkan. Dan kalau saya duduk, kepala saya terasa pusing sekali. Makan pun tak selera. Sampai-sampai selang harus masuk lewat hidung saya untuk mengantarkan makanan pada lambung.

Nah, sampai di sini anda pasti bertanya-tanya apa hubungannya tulisan ini dengan judul di atas?

Begini, sewaktu saya sedang drop-dropnya di rumah sakit. Abah dan mama saya kadang bergantian menemani saya. Biasanya abah dapat giliran pagi, dan mama dapat giliran malam. Pada suatu hari, abah saya datang membawakan sebuah organ mini murahan. Sebagai oleh-oleh hiburan di kala saya sakit. Hati saya girang. Walau badan lemah, tapi semangat saya kembali berkobar melihat organ mini tersebut. Abah tahu, kalau saya suka musik. Begitupula beliau.

Beliau dulu pernah bercerita, sewaktu beliau masih di kampung dan mondok di pesantren. Beliau sering kabur untuk menonton orkes melayu keliling. Orkes yang digawangi seorang juragan berkumis tipis, berbaju rapi dengan rambut yang licin selicin lantai dilumuri oli. Beberapa orang musikus dengan alat masing-masing. Ada akordion, organ, gitar, bass dan ketipung. Juga tiga orang biduan biduanita. Seorang biduan berpakaian safari, bersepatu pantopel coklat mengkilap, rambut bak Elvis Presley dengan jambul menggelambung di ujung kepala juga kumis tak kalah rapi dari juragan. Dua biduanita berpakaian melayu panjang dan sopan, serta dandanan seadanya. Jauh dari kata norak.

Entah bagaimana detailnya, abah saya yang katanya bagus mengaji tiba-tiba terpilih sebagai penyanyi lagu orkes keliling. Mungkin tim pencarian bakat waktu itu tidak secanggih sekarang, mereka melakukan scouting secara manual. Akhirnya abah dikontrak. :D

Di orkes melayu tersebut abah diplot menyanyikan lagu-lagu melayu zaman dahulu. Berbagai macam lagu beliau nyanyikan, terlebih beliau sangat mengidolakan Puteh Ramlee sebagai seorang biduan melayu yang terkenal zaman itu.

"Suaranya, nak... Macam gumpalan sutra terhembus angin. Tebal mengalun, tapi merdu", abah bercerita.

Banyak lagu P. Ramlee yang ayah nyanyikan, mulai dari Anakku Sazali, Azizah, Bulan Mengambang, sampai Engkau Laksana Bulan. Beliau hafal betul tiap-tiap not-nya. Walaupun beliau akhirnya secara dramatis harus memilih kembali sekolah di pesantren ketimbang meneruskan "karir" di dunia tarik suara.

Walhasil, saya begitu terhibur di rumah sakit. Punya motivasi untuk sembuh dan pulang ke rumah sambil memeluk organ mini yang jadi kesayangan saya. Saya baru sadar, ternyata walau penampilan abah yang perlente dan modis, beliau juga menyukai lagu-lagu lama. Bersahaja sekali beliau tatkala mengajarkan saya beberapa lagu yang sekarang masih saya hafal nadanya.

Sekarang, abah tak lagi muda. Umur beliau sudah 73 tahun. Rentan sakit-sakitan, dengan beberapa penyakit yang beliau idap di masa tua-nya. Penyakit hidup enak kata orang.

Tiap kali saya rindu abah saya, selalu saja saya putarkan beberapa lagu tersebut. Niatnya mengobati kerinduan pada abah. Semoga abah tetap diberikan kesehatan dan rezeki yang banyak. Tunggu anakmu pulang, bah. Bawa istri. :D Hehehe...


Kalau ada yang mau mendengarkan lagu P. Ramlee, silakan buffer di sini.

22 Dec 2010

Oh, Jangan.

Judul di atas cukup ambigu, bukan? Maka dari itu, lanjutkan membaca ;)

Saya tak bisa membayangkan kalau seandainya posisi saya sebagai Andrej Pejic. Walaupun bergelimang harta dan banyak penggemar, saya lebih memilih sebagai diri saya sendiri. Bukan berarti saya "muna" tapi karena saya tidak siap saja menghadapi sedemikian banyak penggemar wanita maupun pria. :D
Andrej Pejic adalah salah seorang model asal Serbia berusia 19 tahun. Sekarang dia berdomisili di Australia. Model dengan rambut lurus berwarna pirang sepundak, rahang yang lembut, bibir yang ranum, hidung mancung kecil dan "cantik". Hingga memunculkan istilah baru, femiman atau feminime man. Dari casingnya yang menawan tersebut, tak menyangka bahwa dia adalah seorang pria tulen.

Model yang kini dikontrak oleh Marc by Marc Jobs dan rumah mode Jean Paul Gaultier ini sejujurnya bukanlah seorang waria. Dia tidak pula berkeinginan mengganti gendernya menjadi wanita, tapi jelas, dia sangat menikmati keadaannya sekarang.

Bila saja saya disodorkan untuk menggantikan perannya di dunia ini, saya akan menolak dengan halus (emang ada yang mau nawarin?). Tentunya dengan berbagai pertimbangan.

Pertama, saya harus mempersiapkan diri saya secara materi untuk bisa mengikuti terus perkembangan mode. Termasuk mengikuti cara berbusana yang asing, terlebih-lebih mengikuti gaya berbusana wanita.

Selain itu, mempersiapkan diri untuk selalu terlihat lebih "cantik" dengan menjalani perawatan kosmetik yang berbelit-belit dan menyiksa. Mulai dari perawatan rambut, wajah, kulit, kuku hingga mengkonsumsi vitamin anti jerawat secara rutin (secara saya hidup jauh dari keteraturan ;p).

Kedua, saya juga harus mempersiapkan mental saya menghadapi para wanita. Baik itu rekan sesama model maupun penggemar saya yang histeris tatkala saya melambaikan tangan kepada mereka (tak lupa dengan sedikit dramatisir slowmotion). Harus siap cipika-cipiki tatkala bertemu, juga dengan gurauan renyah (baca: garing) sarat dengan motif saling memuji dan mengidamkan kecantikan satu sama lain.
Atau mempersiapkan mental menghadapi para pria hidung belang yang mengira saya wanita. Dan saya tidak bisa berkomentar banyak tentang hal ini. (-_-")

Maka dari itu, kesimpulannya adalah saya tidak siap menjalani kehidupan sebagai seorang femiman. Pesan saya buat saudara saya Andrej Pejic, sabar-sabarlah menjalani hidup ini. Hal ini pasti tidak berjalan lama, setelah kamu sedikit keriput, sudahilah karirmu. Hiduplah dengan apa yang sudah kamu tabung sekarang, jalani hidupmu dengan bahagia. (bijak bukan?)

*sebagai tambahan: menurut Urban Dictionary, istilah Femiman mempunyai arti: Noun: A man that has a full feminine figure, atau Femimen : Feminine-men. They're like regular man, just a little feminine.

Mengungkap Hal yang Tabu


Apa hal tabu yang akan saya ungkap? Tertarik kan? Kalo tertarik, lanjutkan baca. Kalo tidak, ya tekan F5 saja.
Mengapa post kali ini saya namai Mengungkap Hal yang Tabu? Bukan karena isi postingan ini menguak hal-hal seronok. Tapi karena di sini saya menuliskan sedikit pandangan saya tentang "alay", "lebay", "geje dweeeeh" dan sebagainya. (hufh! berat hati menulis ini).

Heran saya, mengapa tiap hari makin ada saja istilah-istilah baru dalam dunia perbahasaan ini. Mulai dari istilah "alay" yang sekarang sedang naik daun, diiringi oleh istilah "lebay", "prikitiw", "gajebo" dan lain sebagainya yang tidak bisa saya tulis satu-satu.

Pertumbuhan pesat istilah ini berkembang juga dengan style yang dibawakan oleh anak-anak bangsa ini. Mulai dari tren rambut, pakaian hingga gaya berbicara dalam tulisan maupun lisan.

Jujur, saya terkaget-kaget ketika pulang ke tanah air dan menemukan fenomena-fenomena ini. Dulu, terakhir saya menginjakkan kaki di Indonesia (tahun 2007 akhir) yang dulu masih kental sekali dengan tren-tren jaket dan celana kargo, model rambut mohawk dan gaya bicara yang loe-gue layaknya dalam film Realita, Cinta dan Rock'n Roll yang diperankan oleh Vino G. Bastian.

Sekarang, sudah banyak pabrik instan yang menghasilkan anak-anak muda yang "gaul". Bagi para perempuan, mampir ke salon kini bukan hanya sebulan sekali. Malah ada yang seminggu main ke salon sampai tiga kali (wedew, mungkin kerja di sana kali...). Potongan rambut poni berebonding, ke pasar pake pakaian tidur ( saya melihat dengan mata kepala ada perempuan ke pasar cuma pake hot pants jeans sama tanktop), dan hape di tangan yang tak lepas dari pandangan mata (siapa tau ada yang komen status guee..katanya).

Bagi para lelaki, potongan rambut emo, mohawk, rebonding layaknya bintang-bintang korea yang sekarang lagi jadi tren. Petantang-petenteng membawa hape BB (belibekas) sambil sesekali membenarkan celana pensil yang sepantat (hoalah...).

Saya kadang heran, mungkin inikah perkembangan teknologi yang merupakan buah dari perkembangan zaman? Atau cuma produk gagal dari perkembangan tersebut. Tapi untunglah, tidak semuanya suka dengan hal itu. Tidak pula dengan saya.

Prihatin, tapi apa daya. Hal ini seperti sudah mendarah daging. Pemuda-pemudi lebih suka terkena virus hidup konsumtif cenderung hedonis daripada hidup bergelut dengan buku dan aktifitas pengembangan potensi diri (FBan, Chatting-an, blogging, ngaskus !)

Kini, setelah menyadari kalau hal itu sudah semakin larut. Tak ada cara lain selain memikirkan solusi yang tepat dan pas pada sasaran. Tidak berkesan menggurui (karena remaja dan anak muda paling tidak suka digurui), tidak memaksa (ogah dipaksa) dan tidak mengekang kehendak mereka. Salah satu solusi yang saya tawarkan adalah: Gapapa hidup seperti itu. Tapi harus diimbangi dengan pengembangan dan penggalian kualitas diri. (betul tidak?) Agar kita bisa mengisi celah-celah regenerasi yang nantinya akan ditinggalkan para sepuh-sepuh yang sudah tua.


Daripada Bengong


Kendala terbesar saya saat ini adalah kembali memulai menulis setelah "rutin" meninggalkan aktifitas ini. Berselang satu tahun setelah vakum total dari dunia maya, kali ini saya ingin kembali berbagi. Tapi, benar kata para senior dulu waktu saya masih aktif mengikuti kegiatan tulis menulis. Mereka berujar bahwa semakin lama tidak mengasah tulisan, semakin sulit untuk memulai kembali. Dan itulah yang kini terjadi dalam diri saya.

Alasannya banyak. Dari bingung harus memulai dari mana, memilah-milah tulisan apa yang akan disajikan, judul apa yang menarik, sampai betul-betul kehilangan kepekaan membaca situasi yang katanya adalah senjata para penulis.

Kini, keingingan menulis itu muncul lagi. Dan anehnya, selalu saja di saat-saat ujian yang membutuhkan waktu lebih intensif. Tapi kali ini, anggap saja sebagai pengisi kekosongan daripada saya bengong.

Dulu, saya terbiasa menulis fiksi total. Kenapa saya menggunakan kata total? Karena memang yang saya tulis tidak ada sama sekali dalam kehidupan nyata ini. Semua murni khayalan. Dan itu membutuhkan kepekaan perasaan untuk bisa meresapi, memendam hingga menuliskannya (ceilee..) kembali.

Walhasil, setelah "curhat" kepada temen-temen yang masih eksis menulis. Saya mengumpulkan sedikit demi sedikit apa yang dulu pernah tercecer. Tapi terus terang! Kali ini beda. Berbeda saja. Dan itu saya saja yang merasa.



Perbedaan yang paling mencolok adalah ketika saya membuka kembali laman kepenulisan yang dulu saya pernah eksis di sana. Saya senang sekali, menemukan akun saya yang "ternyata" masih ada di sana menyimpan arsip-arsip tulisan saya dengan rapi. Juga ada beberapa komentar menarik sewaktu saya masih berguru dulu. Berkas itu akan selalu saya simpan.

Sekarang, insya Allah sampai nanti. Saya akan mencoba kembali meramu dan membumbui hidangan. Doakan saja. Dan jangan lupa, terus tegur. Terus kontrol. Karena itu yang saya butuhkan untuk bisa bangkit kembali.