19 Apr 2008
Fana 5th
Fana melebarkan langkahnya. Sesaat ia merasa bimbang akan apa yang akan ia tuju. Tapi harap lebih besar dari ragunya.
Ia merasa langkahnya terdorong menuju magnet ilmu. Entah itu di bayangan bumi sebelah mana.
Di sana, di dekat rimbunan kurma ia berhenti. Di hadapannya berdiri sosok ringkih dan rapuh. Fana menyapanya dengan hati, mengharap jawaban dari hati. Tapi orang asing itu berkata dengan jiwanya.
Fana berkata, "Duhai saudaraku yang aku lebih beruntung daripadamu atas kenikmatan jasmaniku." "Mengapa dikau
berdiri di sini, tidakkah panas mengusirmu dan kesegaran merayumu ?"
Orang itu menjawab, "Aku menunggu.."
"Apa yang sedemikian besar hingga kau paksa kakimu yang
menjerit itu terus berdiri ?" Fana bertanya atas bisikan rasa penasarannya
"Aku menunggu rasa optimisku, dan dengan sabar ini aku
mengusir pesimisku.." "Dan kau pasti bertanya padaku mengapa aku menanti optimisku walau sudah separuh umurku kuserahkan padanya"
"Aku akan memberimu jawabnya wahai saudaraku, bahwasanya orang yang berpikiran optimis akan selalu memandang segala sesuatu itu sulit, tapi mungkin. Berbeda dengan orang yang berfikiran pesimis. Mereka selalu memandang segala sesuatu
itu mungkin, tapi sulit"
Fana terhenyak. Bersama detik yang berjalan, hatinya luluh akan derasnya aliran kata penuh hikmah. Tapi, sekali lagi orang rapuh itu berkata seakan telah membaca fikirannya.
"Kata-kata itu sebenarnya tidak mempunyai makna untuk menjelaskan sebuah perasaan. Usah kau fikirkan dalam-dalam hingga kau mabuk oleh tuak penasaranmu"
Fana kali ini benar-benar tersentak dan perlahan jatuh bersimpuh. Ia benar-benar kagum dan heran. Ia ingin belajar banyak dari orang itu.Ia ingin ikut menyelami rahasia alam yang tersimpan dalam perut bumi dan tertutupi oleh batas kemampuan manusia. Tapi selimut keraguan kembali tutupi mata hatinya. Walau akhirnya orang itu kembali berkata kepadanya.
"Wahai Fana, belajar itu adalah cinta yang mengejahwantah. Jika engkau tidak sanggup belajar dengan cinta. Maka lebih baik bagimu duduk dengan mengulurkan tangan di depan gerbang ilmu yang orang di dalamnya belajar dengan cinta"
Fana terisak dalam tangisnya. Ia merasa menemukan oase mata air, bagaikan Isis menemukan jasad Osiris yang ia rindukan dalam kelabu malam sepinya.
Fana berkata." Ajari aku luasnya ilmu Tuhanku, izinkan aku memikul sedikit dari titipan-Nya padamu." "Agar aku bisa mencicipi manisnya pengetahuan dan aku akan bahagia dengan kesempatan itu."
Orang itu berkata sebelum akhirnya hilang,"Fana, sesungguhnya setengah dari apa yang aku ungkap adalah tanpa makna. Namun begitu rupa aku katakan hingga separuh yang lainnya sampai kepadamu" "Diatas seorang ahli ilmu pasti ada Yang menguasai semua cabang ilmu."
Fana bangkit dan kembali merenung dalam perjalanan pulangnya.Ia berkata, "Betapa besarnya harapku akan ilmu, hingga akhirnya pahatan hasrat itu benar-benar membekas dan beruang dalam hatiku"
"Duhai Tuhan, Kaulah rahasia terbesar dalam hidupku. Takkan mampu aku ungkap diri-Mu dengan batas akalku. Hanya saja, ukirlah dalam hatiku rasa cinta yang tulus dalam
keterbatasanku memahami-Mu"
Mau ujian euy ! Minta doa yah...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment