Pages

25 Dec 2008

Menitipkan Hati


Kemarin malam, mencoba berfikir tentang kematian. Sesuatu yang pernah terbersit dalam jiwa setiap orang. Bahkan sudah sangat dijanjikan.

Tapi, ada hati lain di sana yang tak ingin mendengarkannya. Hati yang putih, menginginkan keabadian. Aku mencoba mengangguk mengiyakan.

Aku berkata dalam diri, kemanakah yang hati lemah ini setelah menjalani kematian ?
Hati menjawab, "Aku akan bersuci..."

Bersuci, yah.. mensucikan hati bukan hanya dengan air dingin nan sejuk. Tapi bisa dengan cambuk api yang panas. Aku sadar, iya. Aku sudah terlalu banyak berdosa.

Sekedar introspeksi. Meniti perjalanan hari.

Untuk hati putih,
Aku tak memiliki banyak hati, hanya satu dalam genggaman.
Sejak pertemuanku denganmu. Aku berusaha menyembunyikan hatiku. Karena dulu, aku juga pernah menitipkannya pada oranglain. Tapi, aku sudah terlanjur tertarik padamu. Aku ragu dengan ketertarikan ini. Hingga aku berpikir untuk pergi. Sekedar menitipkan hati. Entah, pada laci yang mana yang ada pada dirimu. Sekedar menitipkan, boleh kau cicipi. Itupun kalau kau suka.

Nanti suatu saat, kalau kau tertarik. Bilang padaku, kuberikan hatiku.

"Akankah Irsyad tetap mempertahankan cintanya pada Reisha ? Atau dia akan mengikhlaskannya pada Rez yang juga merupakan sahabat akrab Reisha yang juga menyukainya..."

"Ibu, apakah aku harus berkata. Bahwa cinta Reisha padaku begitu kuat, tapi hatiku yang lemah ini tak sanggup mengimbanginya. Haruskah kuberkata bahwa foto gadis itu bukanlah tunanganku, akan tetapi sahabatku... dokterku ? Haruskah ku katakan pada Reisha, bahwa sebenarnya hatiku ini hanya berumur 6 hari ? Haruskah aku katakan itu semua ? " Irsyad tersedu.


*wuiiih, jadi gajelas. =P

(Ini prolog dari sebuah cerita yang berjudul sama)

7 comments:

Dimas Rafky said...

Cukup menarik prolognya, fan. Mau dong aq dbuatin cerpen. Temanya 'penggores sepi'. *weh, kayanya diriku jd kepedean requestku akan dikabulkan (semoga dikabulkan)

tyara said...

wah, kakak...
mau dong liat cerpennya :D
keknya seruuuu..:P
.
.
asa kenal gituh...
ama laci2nyah :P

Anonymous said...

Wah, bagus juga kata2 nya....

Salam kenal yah... ^_^

Himawan Pridityo said...

Hati putih. Bukankah itu berarti hati yang berlinangan air mata? Ia begitu pucat, karena terlalu bersedih. Pucat pasi, sama seperti hati yang putih.

Kenapa bukan hati hitam. Dalam masyarakat Tionghoa, itu berarti ketetapan hati dan ketegasan tujuan. Kata mereka, pikiran dingin dan hati hitam. Berarti, sebuah pengambilan tindakan yang rasional dan penuh energi. Sebuah kesungguhan.

Afwan, numpang lewat.

Irfan Wahid said...

@ Ka Dimas
Makasih, ka. Insya Allah saya akan buatin, tapi abis ujian. :D

@ Rara
Hhehe.. sabar yah.. :)

@ Dheta
Makasih udh mampir, kapan2 saya kunjungin balik. :D

@ Himawan P
Syukran, ustadz.. sebuah kehormatan antum mampir di sini. :D

Anonymous said...

wahhh anakku romantis juga!! sama kayak deddynya :D

Anonymous said...

trus, titipan hatinya apa masih sama 'dia'?
ato udah diambil balik?