Pages

22 Dec 2008

Memiliki Kehilangan


“Katakanlah tidak akan pernah ada satu musibah yang menimpa kita kecuali telah Allah tetapkan pada kita, dan hanya kepada Allah jualah orang-orang beriman bertawakal.” (at-Taubah: 51)

Kebahagiaan. Semua orang pasti menginginkan kebahagian. Kebahagiaan seseorang seringkali diidentikkan dengan banyak hal-hal baik yang dialami orang tersebut. Namun, sebenarnya orang yang berbahagia adalah orang yang siap menerima keadaan. Baik dan buruknya. Tak banyak orang yang siap menghadapi kemungkinan terburuk dalam hidupnya, padahal hal tersebut sudah jelas akan menimpa dirinya. Tak lain, hanya untuk mencoba dan mengujinya. Karena ini merupakan roda perputaran yang datang silih berganti dalam kehidupan kita.

“Dan masa kejayaan dan kehancuran itu, Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran” (Âli 'Imrân: 140)

Setiap orang di dunia ini pasti pernah merasa pahitnya kehilangan hal-hal yang ia cintai. Mulai dari kehilangan barang-barang kecilnya, barang-barang mahalnya, sampai kehilangan orang-orang yang paling ia cintai. Bahkan tidak bisa disangkal, kehilangan adalah salah satu bentuk cobaan yang paling berat. Kita semua pasti tidak asing dengan firman Allah,

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155).

Merasakan pahitnya kehilangan adalah sebuah peristiwa yang menyakitkan. Karena disebabkan oleh berbagai hal, yaitu rasa sayang yang besar, rasa memiliki yang kuat, usaha yang berat sebelum bisa memiliki hal tersebut, kesan yang dalam bersama hal tersebut dan berbagai macam alasan lainnya. Tidak mudah memang melupakan betapa beratnya merasakan sebuah kehilangan. Yang ada hanya kemarahan, bahkan gerutuan yang secara tidak sengaja terlantur dari bibir kita. Tapi jarang sekali kita berfikir, bahwa mungkin saja Allah sedang menguji dan menegur kita terhadap apa yang pernah kita perbuat. Entah karena rasa sayang begitu besar terhadap hal yang fana hingga kita melupakan-Nya. Seharusnya, kita bisa mengambil hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa kehilangan itu. Walau kita tidak bisa pungkiri, bahwa terkadang emosi meluap.

“Menakjubkan urusan seorang mu’min, jika ia mendapatkan ni’mat maka ia bersyukur dan syukur itu sangat baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah maka ia bersabar dan sabar itu sangat baik baginya.” (HR Muslim & Tirmidzi)

Seringkali seseorang yang kehilangan bergumam dalam hatinya,”Mengapa Allah menghendaki hal ini atas diriku?” “Mengapa Allah melakukan hal ini atas diriku?” “Mengapa Allah mengambilnya dariku?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itu biasanya secara spontan mengemuka dalam hati seseorang yang baru saja kehilangan. Sesuatu yang barangkali manusiawi. Ya, sangat manusiawi. Namun, seorang mukmin jangan pernah berburuk sangka kepada Allah. Ia harus sadar dan memahami bahwa Allah pasti menghendaki yang terbaik bagi semuanya.

Kita harus bisa bersikap ridha ketika Allah mencabut sesuatu dari dekapan kita. Ridha dengan apapun yang Allah kehendaki merupakan maqâm yang sangat tinggi dalam perjalanan seseorang untuk mendekat kepada Tuhannya. Betapa tidak! Alangkah mulianya seorang hamba yang senantiasa ridha dengan segala yang Allah berikan kepadanya. Dengan segala yang Allah kehendaki atas dirinya.

Mungkin ada beberapa hal penting yang bisa kita petik dari sebuah peristiwa kehilangan yang kita rasakan. Antara lain adalah sebagai ujian ketabahan hati. Karena hal ini bisa semakin mendewasakan kita dalam menghadapi hal yang lebih berat dan sulit. Tapi, Allah tidak akan pernah menimpakan sebuah masalah tanpa jalan keluar.

Yang kedua adalah sebagai pelajaran yang bisa kita petik. Tidaklah Allah menciptakan kehilangan dan musibah melainkan untuk diambil hikmahnya. Kita harus bisa mengintrospeksi diri. Entah karena sebuah kecerobohan, atau lalai. Maka, kita harus semakin banyak memberi perhatian dan mensyukuri apa yang telah Alla titipkan pada kita. Karena semuanya itu adalah milik-Nya dan akan kembali lagi pada-Nya.

Yang ketiga adalah menghapus kesalahan. Jangan terlalu bersedih saat duka datang mendera. Tetaplah bersabar, karena pada saat itu mungkin saja Allah sedang menghapus berbagai kesalahan kita yang pernah kita perbuat lewat sebuah ujian.

Selanjutnya adalah menaikkan derajat kita. Kita belum menjadi orang yang benar-benar kuat sebelum melewati berbagai macam ujian. Begitulah cara Allah meningkatkan derajat kita, ujian atau cobaan yang datang kepada kita adalah suatu ujian yang akan menaikkan “peringkat” kita.

Satu hal yang jangan sampai kita lupakan, kita mesti ingat bahwa syetan adalah musuh abadi manusia. Ia senantiasa membisiki seseorang setelah mengalami kehilangan,”Seandainya kamu tidak kehilangan”. Demikianlah syetan terus menghembus-hembuskan kata-kata “seandainya” dan “andai saja”. Ia mencoba mengajak manusia untuk menentang dan tidak menerima kehendak Allah. Ia suka jika ada seorang manusia yang berburuk sangka kepada tuhannya, atau bahkan mengolok-olok tuhannya. Karenanya, percayalah bahwa Allah tidak akan menguji seorang hambanya melainkan sesuai dengan kemampuan hambanya tersebut. Jadi, percayalah bahwa sebenarnya tidak ada permasalahan yang tidak mungkin kita lewati. Karena itu, Tersenyumlah.

*disarikan dari berbagai sumber

2 comments:

tyara said...

hmm..just wanna say:
"gue banget!"
.
bagus ;)

tyara said...

akhirnya postingan ini untuk saia lagi :)