Fana masih duduk di pagoda harapannya. Menatap ke depan, perhatikan episode demi episode jalan kehidupannya.
Dan ia kembali terjebak dalam satu frame ritmis. Gejolak antara hati dan jiwanya...
"Berlari
Takkan menyelesaikan masalah sampai kau berlari ke ujung dunia.(*dari teh inicumatyara)
Tapi aku sudah terlanjur jauh, dan tak mungkin bagiku untuk kembali. Walaupun aku bisa kembali, aku tak boleh kembali dalam wujudku yang seperti ini
Tapi selamanya berlari kau takkan temukan jawabmu, hanya saja cakar ketakutan yang akan kau jumpai
Biarlah takut peluk aku dalam kelamnya, mungkin saja di sana aku temukan dunia yang bisa akui wujudku di dalamnya
Tapi kau akan kehilangan jiwa dan cintamu dalam kelamnya ketakutan, hingga suatu saat akan jadikan hidupmu mati dan dingin seperti bumi.
Usah kau nasehati aku, karena nasehatmu akan lemparkan aku ke langit hingga aku jatuh dan terjembab tak kenali diriku
Ini bukan nasehat saudaraku, tapi ini adalah kata yang kubekali dengan pisau perasaan pabila dia menemui orang yang menentangnya. Dan kubekali dengan perisai kasih pabila ada orang yang ingin berlindung dengannya.
Buat apa berbicara kasih ? Kasih sendiri tak mengerti kemana ia akan berjalan.. Bicarakanlah nafsu, hingga kau akan temui nikmatnya secangkir kepuasan
Kau berbicara tentang nafsu seperti berbicara tentang anak bayi dalam susuan. Kau akan temukan jiwa hitam.(*dari aziz) Sepekat rongrongan kelam masa lalu.
Usah bicarakan masa lalu, seandainya saja kenyataan masa depan masih bersembunyi dariku.
Kau tak sadar, pagi membawamu tatap masa depan. Lalu perlahan ia bergantian dengan siang yang mengajarimu cara mengisi masa kinimu hingga kau rasakan kantuk. Dan dalam buaian malam kau akan resapi apa yang telah kau lakukan dalam masa lalumu.
Baiklah, aku akan kembali. Tapi tetap dengan berlari. Walau nanti kujatuh, bukan untuk
bangkit. Tapi aku akan terus berlari."
1 comment:
teteh :D
rai, ieu teteh di dieu.
Post a Comment