Pages

22 Dec 2010

Mengungkap Hal yang Tabu


Apa hal tabu yang akan saya ungkap? Tertarik kan? Kalo tertarik, lanjutkan baca. Kalo tidak, ya tekan F5 saja.
Mengapa post kali ini saya namai Mengungkap Hal yang Tabu? Bukan karena isi postingan ini menguak hal-hal seronok. Tapi karena di sini saya menuliskan sedikit pandangan saya tentang "alay", "lebay", "geje dweeeeh" dan sebagainya. (hufh! berat hati menulis ini).

Heran saya, mengapa tiap hari makin ada saja istilah-istilah baru dalam dunia perbahasaan ini. Mulai dari istilah "alay" yang sekarang sedang naik daun, diiringi oleh istilah "lebay", "prikitiw", "gajebo" dan lain sebagainya yang tidak bisa saya tulis satu-satu.

Pertumbuhan pesat istilah ini berkembang juga dengan style yang dibawakan oleh anak-anak bangsa ini. Mulai dari tren rambut, pakaian hingga gaya berbicara dalam tulisan maupun lisan.

Jujur, saya terkaget-kaget ketika pulang ke tanah air dan menemukan fenomena-fenomena ini. Dulu, terakhir saya menginjakkan kaki di Indonesia (tahun 2007 akhir) yang dulu masih kental sekali dengan tren-tren jaket dan celana kargo, model rambut mohawk dan gaya bicara yang loe-gue layaknya dalam film Realita, Cinta dan Rock'n Roll yang diperankan oleh Vino G. Bastian.

Sekarang, sudah banyak pabrik instan yang menghasilkan anak-anak muda yang "gaul". Bagi para perempuan, mampir ke salon kini bukan hanya sebulan sekali. Malah ada yang seminggu main ke salon sampai tiga kali (wedew, mungkin kerja di sana kali...). Potongan rambut poni berebonding, ke pasar pake pakaian tidur ( saya melihat dengan mata kepala ada perempuan ke pasar cuma pake hot pants jeans sama tanktop), dan hape di tangan yang tak lepas dari pandangan mata (siapa tau ada yang komen status guee..katanya).

Bagi para lelaki, potongan rambut emo, mohawk, rebonding layaknya bintang-bintang korea yang sekarang lagi jadi tren. Petantang-petenteng membawa hape BB (belibekas) sambil sesekali membenarkan celana pensil yang sepantat (hoalah...).

Saya kadang heran, mungkin inikah perkembangan teknologi yang merupakan buah dari perkembangan zaman? Atau cuma produk gagal dari perkembangan tersebut. Tapi untunglah, tidak semuanya suka dengan hal itu. Tidak pula dengan saya.

Prihatin, tapi apa daya. Hal ini seperti sudah mendarah daging. Pemuda-pemudi lebih suka terkena virus hidup konsumtif cenderung hedonis daripada hidup bergelut dengan buku dan aktifitas pengembangan potensi diri (FBan, Chatting-an, blogging, ngaskus !)

Kini, setelah menyadari kalau hal itu sudah semakin larut. Tak ada cara lain selain memikirkan solusi yang tepat dan pas pada sasaran. Tidak berkesan menggurui (karena remaja dan anak muda paling tidak suka digurui), tidak memaksa (ogah dipaksa) dan tidak mengekang kehendak mereka. Salah satu solusi yang saya tawarkan adalah: Gapapa hidup seperti itu. Tapi harus diimbangi dengan pengembangan dan penggalian kualitas diri. (betul tidak?) Agar kita bisa mengisi celah-celah regenerasi yang nantinya akan ditinggalkan para sepuh-sepuh yang sudah tua.


2 comments:

Belly Surya Candra Orsa said...

Great Blog..!!!! Keep Blogging.... :)

Irfan Wahid said...

thanks, bro!!!