Pages

20 May 2011

Eksistensi Manusia menurut Ibn Rusyd

"Kak Irfan…"


Saya seperti limbung mau terbang kalau mendengar seseorang memanggil seperti itu. Siapapun dia yang memanggil, apapun panggilannya, asal nama saya disebut, saya senang sekali. Saya merasa bahwa kehadiran saya dirasakan. Eksistensi saya diakui. Ana yu'tabar jell!!!~


Manusia manapun akan bahagia kalau eksistensinya diakui. Karena memang sebagai fitrahnya, manusia butuh pengakuan eksistensinya. Sehingga kelangsungan hidupnya bisa berjalan. Bayangkan saja, secara naluri. Manusia ketika berbicara dia ingin didengarkan, maka dia akan berusaha mencari perhatian lawan bicaranya. Baik itu dengan mengangkat tangan atau mengeraskan suara. Tak lebih untuk sekedar menyatakan bahwa dia ada dan ingin didengarkan. Seperti hal itu pula dalam hubungan mu'amalah. Dalam belanja, membutuhkan bantuan manusia lain. Tanpa pengakuan dari orang lain, dia bukanlah apa-apa. Padahal manusia itu adalah madaniy bitthab'iy.


Kita mungkin tak terlalu asing dengan nama Averroes atau Ibnu Rusyd. Beliau adalah filsuf Muslim yang terkenal. Banyak dari pemikir-pemikir Barat mengambil ide-ide beliau. Salah satunya, sekte Dominikan pada zaman pertengahan yang banyak mengadopsi terjemahan-terjemahan Ibnu Rusyd dari pemikiran-pemikiran Aristoteles. Sekarang, bagaimana pendapat Ibnu Rusyd terhadap eksistensi manusia?


Berbicara tentang manusia kita tidak bisa lepas dari definisi al-Nafs. Karena menurut Ibnu Rusyd, manusia itu terdiri dari dua hal. Yang menggerakkan dan yang digerakkan. Yang digerakkan ini lebih bersifat bentuk, sedangkan yang menggerakkan lebih bersifat materi. Yang menggerakkan ini sendiri menurut Ibnu Rusyd terdiri dari dua hal yang berbeda secara realita, yakni ar-Ruh (nyawa) dan al-Nafs (jiwa).

Allah SWT menciptakan untuk manusia kebaikan dan keburukan (al-Khayr wa al-Syarr). Manusia dibebaskan untuk memilih diantara kebaikan dan keburukan tersebut, hal ini biasa disebut hurriyatul ikhtiyar. Manusia diberikan kebebasan penuh untuk berbuat. Dan tentu di balik hal itu ada tersimpan hikmahnya.


Ibnu Rusyd terkenal dengan idenya yang mengatakan bahwa al-Nafs itu hanya satu. Berpedoman dari Surat An-Nisa ayat 1 dan ayat-ayat yang lain menyatakan bahwa al-Nafs itu hanya satu. Dan menurut beliau, al-Nafs inilah yang mempunyai peranan besar dalam diri manusia untuk memilih antara kebaikan dan keburukan.


Dari sini jelas bahwa Allah SWT menciptakan kebaikan dan keburukan serta memberikan kepada manusia kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya dengan memberinya kebebasan memilih. Tidak ada paksaan. Dia memilih kebaikan, dia berhak akan surga. Begitupun sebaliknya, dia memilih keburukan, baginya neraka. Apabila manusia tak dibebaskan memilih dan berbuat, lantas apa wujud dari eksistensinya di muka bumi ini? Manusia tak lebih dari sehelai kapas yang diombang ambing oleh tiupan angin.


Contoh lain bisa kita temukan di kampus ketika ujian. Kita diberikan kebebasan oleh Duktur untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di kertas soal setelah sebelumnya kita pelajari mana yang benar dan mana yang salah. Eksistensi kita sebagai mahasiswa terwujud kalau kita berhasil memilih jawaban itu dari apa yang kita pelajari. Benarkah itu atau salahkah, pada intinya kita sudah menjalani ujian secara baik dan benar. Dari situ jelas terwujudnya eksistensi Ujian sebagai proses berlangsungnya al-Ikhtibar, eksistensi Duktur sebagai seorang guru yang mengajar dan menguji, dan eksistensi kita sebagai mahasiswa yang belajar dan diberi kebebasan menjawab. Kalau kita benar, kita berhak untuk dibenarkan. Kalau salah, kita tidak mungkin dibenarkan.


Jadi, menurut Ibnu Rusyd. Kebebasan manusia memilih kebaikan dan keburukan yang diciptakan oleh Allah SWT adalah salah satu wujud aplikasi dari pengakuan eksistensi manusia. Juga sebagai pengakuan bahwa Allah SWT Maha Adil atas hamba-Nya seperti tertuang dalam surat Fushilat ayat 46.


Sebuah pepatah mengatakan: kalau kau ingin dikenang, kau harus membuat kenangan bagi orang lain. Dalam bahasa lain, kalau ingin diakui oleh orang lain, berbuatlah sebanyak-banyaknya agar orang mengenalmu.


Wallah a'lam.

No comments: