Pages

20 May 2011

Dari Kafe, Menyapa Dunia


Di tengah hebohnya demonstrasi besar-besaran kemarin di Maidan Tahrir. Demonstrasi yang tak bosan-bosan menghiasi headline beberapa media lokal Mesir maupun mancanegara. Tak menyangka bahwa sebenarnya keadaan itu seperti terangkum dalam sebuah miniatur kecil obrolan-obrolan maqha (kafe) di kota Kairo.


Seperti orang Melayu yang digambarkan Andrea Hirata dalam Padang Bulan, orang-orang Mesir sangat suka menghabiskan waktunya duduk di maqha. Sambil memutari meja kecil, mereka memulai obrolan seperti kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pemirsa, acara khas di TVRI dulu). Masing-masing mengeluarkan pendapat, ada yang menguatkan, ada pula yang membantah. Kadang, nada meninggi kemudian tiba-tiba gelak tawa pecah. Dengan sedikit memuat anekdot-anekdot lawak khas Adel Emam. Jarang sekali ditemukan kesimpulan yang sama. Karena masing-masing punya pendapat dan keinginan yang berbeda.


Maqha juga menjadi sumber pendapatan bagi para penjual koran dan penyemir sepatu. Sambil mengobrol sengit, pipa shisha di tangan, kaki menjulurkan sepatu untuk disemir, mereka seperti memasuki sebuah social networking seru selain Facebook dan Twitter. Obrolan di maqha juga ada istilah yang lazim di Facebook maupun Twitter. Ada komentar, like, maupun re-tweet. Kadang mereka mengomentari situasi politik, naiknya harga isy, maupun keruwetan lalu lintas kota. Kalau ada yang sependapat, tak jarang yang lain ikut membenarkan seperti men-like pernyataan sahabatnya. Ada juga yang menre-tweet kabar berita yang baru saja dia baca dari beberapa media cetak lokal seperti Al-Masry Al-Youm, Al-Shorouq, Al-Wafd atau Al-Gomhoriya.


Kafé di Mesir tidak hanya sebagai tempat duduk santai. Banyak orang mengibaratkan kafe di Mesir bagai "miniatur negara". Di kafe, orang-orang Mesir betah duduk berlama-lama sambil mengobrolkan berbagai macam masalah. Mulai masalah politik, ekonomi, budaya, sastra hingga masalah keluarga. Tak heran jika mereka seakan-akan terlihat seperti pengangguran karena bisa menghabiskan waktu seharian di kafe.

Sejarah juga mengatakan bahwa pergolakan revolusi Mesir di mulai dari kafe-kafe. Banyak sekali orang-orang besar yang memulai langkah besar mereka dari kafe. Bisa disebut, Naguib Mahfouz, seorang sastrawan besar Mesir peraih nobel pada tahun 1988. Tulisan-tulisan tajamnya adalah hasil kontemplasinya di pojok kafe Kairo. Salah satunya yang tersohor adalah Kafe El-Fishawi.


Ketika ramai demonstrasi bergejolak pun, tak sedikit dari orang Mesir yang memulai taktik strategi atau menyusun tuntutan mereka terhadap pemerintah di kafe-kafe sudut kota Kairo. Bahkan, berita-berita perkembangan situasi pun terus mereka pantau dari televisi-televisi di kafe-kafe. Sambil menghisap shisha, menghembuskan asapnya, menggerutu atau malah berkomentar dengan nada yang bersemangat.

Berikut adalah menu-menu mayor beberapa kafe di Mesir.


Syai (Teh)

Dalam buku panduan wisata Fodor's tentang Mesir cetakan The American University in Cairo Press, Syai adalah minuman umum masyarakat Mesir. Minuman ini tak mengenal siapa yang kaya, siapa yang miskin, tua, muda, politisi, hakim, polisi, bahkan supir taksi. Semuanya penggemar berat Syai. Minuman ini bisa diseduh kapanpun. Baik ketika ujian (bagi teman-teman Al-Azhar), maupun di tengah sibuknya suasana perkantoran. Seringkali saya melihat orang-orang Mesir berjalan dengan tergopoh-gopoh menenteng segelas teh di tangan. Atau supir bus dan supir taksi menempatkan segelas teh di dalam kendaraan mereka.

Bagi orang-orang Mesir, Syai hitam dan manis adalah favorit. Kadang bisa disajikan dengan Ne'na' (daun mint). Atau kalau mau yang sejenis, bisa saja meminta disajikan teh rasa kayu manis, atau rasa apel. Tergantung selera masing-masing.

Orang Mesir biasanya melewati waktu meminum teh sambil bermain catur, backgammon, atau ditemani koran-koran sambil sesekali bersungut-sungut menyertakan komentar-komentar terhadap kinerja pemerintah.

Bagi anda yang pernah mampir ke Mesir. Tidak sah sebelum menikmati segelas Syai di atas bukit Muqattam sambil menikmati suasana kota Kairo malam hari.


Shisha

Pada zaman modern kini, rasa shisha tak hanya buah-buahan. Kini, tersedia berbagai macam rasa. Mulai rasa capucinno,coca-cola hingga rasa koktail.

Konon, menghisap shisha bisa memberikan rasa tenang. Maka tak jarang, orang-orang Mesir yang meledak-ledak bisa ditenangkan dengan menyodorkan kepada mereka sedotan shisha. Dengan gaya yang khas. Duduk santai, menghisap dalam-dalam, lalu menghembuskan asapnya berputar-putar. Seakan akan dengan hembusan tersebut, ikut pula masalah yang mereka pendam dalam hati. Tapi, bagi anda yang mempunyai gangguan saluran pernafasan. Saya anjurkan supaya tidak mencoba, sayangi paru-paru anda.


Qahwa (Kopi)

Kopi di Mesir sebenarnya sudah merupakan campuran dari kombinasi kopi-kopi luar. Hampir bisa ditemukan di setiapstore-store kopi. Tapi, yang khas adalah penyajiannya. Seorang pemuda tampak dengan tanggap berjalan cepat diantara orang-orang yang duduk sibuk mengobrolkan berbagai macam hal. Dengan lempengan besi berisi segelas air putih dan gelas kecil kopi yang kental. Dia tampak tanggap melayani berbagai macam permintaan. Cukup dengan menjentikkan jari.

Kopi kental hitam inilah yang menjadi sumber ilham seorang Naguib Mahfouz menelurkan karya-karyanya. Dari kritik sastra, politik hingga skenario film.


Sahlab

Susu kental yang panas, dengan kacang dan parutan coklat ini merupakan minuman paling nikmat di musim dingin. Biasanya, orang-orang Mesir menikmati minuman ini ketika berkumpul bersama kawan-kawan mereka atau keluarga. Di selingi seruputan sahlab, mereka mengobrol kondisi politik yang sedang berkecamuk. Mulai dari yang pro pemerintah sampai yang menginginkan perubahan.


No comments: