Kumpulnya sebenarnya sederhana. Hanya bicara perihal persiapan besok dalam acara pertandingan basket yang digelar oleh teman-teman mahasiswa Indonesia di Kairo. Kebetulan saya masuk dalam tim Antah Berantah. Rencananya, kami akan berbicara mengenai strategi apa yang akan kami terapkan besok dalam lapangan.
Awalnya memang serius, tapi lama-lama saya merasa bosan. Karena arah pembicaraan sudah jauh melambung. Wacana-wacana euforia kemenangan (yang belum diraih) besok dibiarkan lepas bebas mengalir dalam arus pembicaraan kami. Kami terbuai oleh angan-angan besok hari yang belum pasti. Tapi terus terang, ini indah.
Berkhayal, berangan, bermimpi atau berwacana, membuat saya mengawang-awang. Awalnya memang manis dan indah, tapi lama-lama bisa mematikan hati. Dan itu tak hanya terjadi sekali. Sedetik kita hanyut, beberapa jam kemudian kita akan tenggelam dan kelelep dalam lautan angan.
Lingkaran Setan
Begitulah kira-kira Pak Rhenald Kasali mengungkapkan opininya tentang wacana yang terlalu tinggi dan liar. Akhirnya tak bisa benar-benar direalisasikan. Yang berkembang justru bukan kenyataan, tapi malah wacana tersebut yang kian liar tak bisa dikendalikan.
Kita sering terjebak oleh konsep-konsep yang selalu mengiming-imingi harapan yang besar. Kalau tidak disertai oleh tindakan yang konkret dan jelas, hal ini bisa malah jadi bumerang bagi diri kita sendiri untuk tidak bisa berkembang dan kreatif.
Menurut saya, kreatifitas itu tidak hanya dihasilkan dari karya-karya saja. Tapi kematangan konsep dan perilaku kita dalam mewujudkan konsep tersebut. Jadi, setelah wacana dan hasilnya di sana ada ruang kosong yang diisi oleh kreatifitas. Dan ini akan menghasilkan hal-hal yang dahsyat.
Asyiknya berkhayal. |
Kita harus berani berbuat, berani mengambil resiko sekecil-kecilnya. Dan tak boleh bosan dalam melakukan percobaan. Kita harus benar-benar keluar dari kungkungan lingkaran setan wacana ini. Begitu kurang lebihnya ungkap Pak Rhenald Kasali.
Coba dan perhatikan!
Ada sebuah idiom berbahasa Arab yang pernah masyhur di Pondok saya dulu. "Jarrib wa laahidz takun 'aarifan" yang artinya Coba! dan Perhatikan, niscaya kau akan tahu.
Idiom ini secara tidak langsung bisa kita jadikan senjata ampuh mewujudkan wacana kita. Jangan pernah malu mencoba dan gagal. Jangan takut gagal. Kegagalan itu bukanlah kejelekan. Gagal itu justru proses menuju sebuah keberhasilan. Tentunya apabila kita terus mengoreksi diri dan mengevaluasi langkah-langkah yang sudah diambil.
Kita tentu bisa membayangkan seandainya dulu Thomas Alfa Edison larut dalam wacananya tentang cahaya bola lampu, entah tahun berapakah kita akan bisa menikmati lampu yang ada sekarang. Tapi kenyataanya, beliau berhasil keluar dari wacananya, dan mempraktekkan idiom tersebut. Hasilnya, apa yang kita nikmati sekarang. Terang benderang!
Berangan, bermimpi yang tinggi memang indah. Tapi apabila terlalu tinggi, dan kita belum mempersiapkan tempat jatuh yang empuk. Sama saja dengan bunuh diri. Maka dari itu, persiapkan diri. Jangan sampai kita menjadi bukti Idiom Arab yang berbunyi "Halaka-mru'un lam ya'rif qadrahu" Binasalah seseorang yang tak tahu diri (belum mempersiapkan dirinya).